Selasa, 30 November 2010

INTEGRITAS

Hari itu ada mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar yang diajar oleh beliau Bapak Khodafi. Tetapi hari itu menjadi lebih menarik ketika beliau membahas fenomena yang berkaitan dengan akreditasi perguruan tinggi di Indonesia, beliau mengatakan bahwa perguruan tinggi/universitas itu dikatakan unggul apabila salah satunya adalah menghasilkan lulusan yang mempunyai kualitas yang mumpuni. Ya, mahasiswanya memiliki integritas yang baik kata beliau. Dari pernyataan beliaulah saya tergugah untuk membuat sebuah coretan-coretan tangan yang tentunya sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Ilmu membuat orang jadi pandai, teknologi memberi kemudahan, namun semuanya tidak membawa bahagia dan hanya sepi dan kengerian yang terbayang. Kenyataan terjadinya hal itu adalah karena masing-masing pengetahuan itu terpisah satu sama lain. Ilmu terpisah dari moral, moral terpisah dari seni, senipun terpisah dari ilmu. Pengetahuan kita hanya memiliki sepotong-sepotong, tidak utuh. (Jujun S. Sumantri, 1992).


Beberapa dekade terakhir ini, mutu hasil pendidikan di Indonesia dinilai cukup memprihatinkan. Berbagai model dan format pendidikan nasional yang sudah berjalan puluhan tahun ternyata belum mampu menghasilkan manusia Indonesia yang bertanggung jawab, jujur dan memiliki integritas tinggi. Sebaliknya, moral bangsa semakin memprihatinkan. Indonesia kini telah menjadi bangsa yang dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi, kerusakan lingkungan, dan kriminalitas yang tinggi. Semua itu terjadi karena pendidikan yang diterapkan di Indonesia belum memberikan tempat yang sinergis antara pendidikan berbasis kognitif-psikomotorik dan pendidikan berbasis afektif (akhlaq atau moral).

Menurut Alaydroes (2002), pada sektor pendidikan umum terjadi sekularisasi pendidikan, yang memisahkan pendidikan umum dari pendidikan agama yang sesungguhnya sarat dengan pesan-pesan moral. Sementara di sektor pendidikan agama yang banyak diselenggarakan di madrasah atau pesantren terjadi sakralisasi pendidikan, yakni muatan-muatan agama yang tidak mempertimbangkan hal-hal yang terjadi dan berkembang di dunia. Sehingga murid-murid yang dihasilkan adalah murid-murid yang mengetahui ilmu agama tetapi "gagap" dalam dalam beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari yang sarat dengan perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi.

Menurut Adrianus Meilala (Guru Besar Universitas Idonesia) Upaya keras yang dilakukan berbagai panitia seleksi guna mencari anggota komisi-komisi atau lembaga negara yang memiliki integritas pribadi yang antikorupsi, bersih, dan jujur di masa mendatang tampaknya akan semakin sulit membuahkan hasil gemilang. Setelah beberapa kali upaya pencarian calon semacam itu dilakukan, telah muncul pola atau kecenderungan sebagai berikut.

Pertama, terdapat beberapa nama yang aktif melamar guna menjadi calon di berbagai kesempatan mengindikasikan tipisnya lapisan menengah di Indonesia yang berani "jual diri" menyangkut integritas kepribadian dan track record bersih serta jujur. Kedua, yang banyak melamar adalah karyawan atau pejabat yang hampir atau telah pensiun. Bisa diduga, motivasi mereka adalah untuk memperpanjang aktivitas setelah purna dari pekerjaan yang lama. Bisa diduga pula, yang mereka tawarkan adalah profesionalisme dalam rangka bekerja; hal mana tidak selalu sejalan dengan kepribadian yang antikorupsi, bersih, serta jujur. Ketiga, katakanlah mendaftar, maka cukup banyak yang bermodalkan self-acclamation (pernyataan diri sepihak) terkait dengan siapa dirinya serta bagaimana kepribadiannya. Pelamar dari tipe ini akan bertumbangan saat panitia melakukan verifikasi tentang siapa mereka sebenarnya. Keempat, mereka yang ditengarai memiliki integritas tinggi, bersih, serta jujur malah tidak ada atau sedikit yang mencoba melamar. Selain khawatir dipecundangi melalui sistem seleksi yang kotor, orang seperti ini memang tidak pernah kurang kerjaan. Di mana-mana membutuhkan orang langka tersebut, tidak hanya komisi atau lembaga negara saja.

Itulah yang terjadi ketika kita sebagai mahasiswa tidak mempersiapkan lahir dan besarnya orang-orang dengan kepribadian yang berintegritas tinggi guna menyatakan "tidak" pada korupsi, bersih serta jujur secara sistematis dan massal. Sebaliknya, terkesan bahwa kita semua meyakini orang-orang dengan ciri demikian memang ditakdirkan langka, yang banyak adalah orang dengan ciri sebaliknya. Itulah yang diperkirakan terjadi dalam masyarakat yang memang telanjur kuat budaya korupnya, yang tidak memiliki integritas diri. Kuat sekali dorongan untuk menjadi me-too-corrupt alias "saya tak beda dengan yang lain" dalam hal perilaku korupsi mengingat korupsi dilakukan oleh semua. Sebaliknya, kecil sekali tarikan atau kekangan untuk menjadi berbeda atau tidak melakukan korupsi melalui sistem yang dikenal dengan sebutan sistem integritas (integrity system). Alhasil, yang berani berkata "tidak" pada korupsi menjadi orang langka. mungkin banyak mahasiswa yang menyatakan dirinya mempunyai integritas tinggi, tapi dalam prakteknya sangat-sangat tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan.

Singkatnya, orang yang bersih dan jujur bukan ditemukan seperti kuda liar, tetapi dibiakkan dan dirawat dalam suatu sistem yang mendorong hal-hal itu untuk tumbuh. Tidak hanya tumbuh dengan sendirinya, tetapi juga karena dipupuk sehingga tumbuh dengan lebat. Jika kita percaya bahwa masyarakat pada dasarnya adalah sama, yang berbeda adalah sistemnya, maka sistem integritas itulah yang paling menentukan siapa dan bagaimana dia di kemudian hari.

Apa yang dapat mahasiswa lakukan hari ini. Adalah menjawab, apakah saya bangga dengan integritas dalam kepemimpinan saya? Jika tidak, adakah kesadaran anda untuk berusaha mengetahuinya? Cobalah renungkan kembali dengan kepemimpinan anda untuk melihat apa yang terjadi disekeling anda yang terkait dengan pemahaman makna dan arti integritas kedalam organisasi yang akan memperlihatkan apa-apa dari setiap antar individu yang sesungguhnya begitu penting, sehingga integritas juga akan menggambarkan citra orang lain memandang individu anda dalam organisasi.

Jadi menumbuh kembangkan integritas begitu penting dalam satu organisasi karena ia dapat menjadi penuntun dan wasit untuk membina kepercayaan dan keyakinan, meluruskan arti penting dalam merumuskan standar yang tinggi, landasan nilai yang sangat mempengaruhi, mendorong terbentuknya reputasi dan citra, mendorong untuk lebih menghayati sendiri sebelum mempengaruhi orang lain, mendorong orang untuk mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan sendiri, mendorong orang lain untuk lebih mempercayai kepemimpinan yang mampu memberikan keteladanan.

Kini, peran perguruan tinngi menjadi sangat penting karena perguruan tinggilah yang menjadi kawah candra dimuka para intelektual muda yang nanti akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan merekalah yang akan menentukan kemana bangsa yang cerdas dan berwibawa ini akan dilabuhkan.

0 komentar:

Copyrigt @ : Rahman Avenged SMK N 2 SURAKARTA