Sabtu, 25 Desember 2010

Algoritma Sorting

Algoritma Sorting
ada beberapa Algoritma Sorting, yaitu :
1.Insertion Sort
Salah satu algoritma sorting yang paling sederhana adalah insertion sort. Ide dari algoritma ini dapat dianalogikan seperti mengurutkan kartu. Penjelasan berikut ini menerangkan bagaimana algoritma insertion sort bekerja dalam pengurutan kartu.
Anggaplah anda ingin mengurutkan satu set kartu dari kartu yang bernilai paling
kecil hingga yang paling besar. Seluruh kartu diletakkan pada meja,sebutlah meja
ini sebagai meja pertama, disusun dari kiri ke kanan dan atas ke bawah. Kemudian
kita mempunyai meja yang lain,meja kedua, dimana kartu yang diurutkan akan diletakkan.Ambil kartu pertama yang terletak pada pojok kiri atas meja pertama
dan letakkan pada meja kedua. Ambil kartu kedua dari meja pertama, bandingkan
dengan kartu yang berada pada meja kedua, kemudian letakkan pada urutan yang
sesuai setelah perbandingan. Proses tersebut akan berlangsung hingga seluruh kartu
pada meja pertama telah diletakkan berurutan pada meja kedua.
Algoritma insertion sort pada dasarnya memilah data yang akan diurutkan menjadi
dua bagian, yang belum diurutkan (meja pertama) dan yang sudah diurutkan (meja
kedua). Elemen pertama diambil dari bagian array yang belum diurutkan dan
kemudian diletakkan sesuai posisinya pada bagian lain dari array yang telah
diurutkan. Langkah ini dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi elemen yang
tersisa pada bagian array yang belum diurutkan.


2.Selection Sort
Jika anda diminta untuk membuat algoritma sorting tersendiri, anda mungkin akan
menemukan sebuah algoritma yang mirip dengan selection sort. Layaknya insertion
sort, algoritma ini sangat rapat dan mudah untuk diimplementasikan. Mari kita kembali menelusuri bagaimana algoritma ini berfungsi terhadap satu paket kartu. Asumsikan bahwa kartu tersebut akan diurutkan secara ascending. Pada awalnya, kartu tersebut akan disusun secara linier pada sebuah meja dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah. Pilih nilai kartu yang paling rendah, kemudian tukarkan posisi kartu ini dengan kartu yang terletak pada pojok kiri atas meja. Lalu cari kartu dengan nilai paling rendah diantara sisa kartu yang tersedia. Tukarkan kartu yang baru saja terpilih dengan kartu pada posisi kedua. Ulangi langkah–langkah tersebut hingga posisi kedua sebelum posisi terakhir dibandingkan dan dapat digeser dengan kartu yang bernilai lebih rendah.Ide utama dari algoritma selection sort adalah memilih elemen dengan nilai paling rendah dan menukar elemen yang terpilih dengan elemen ke-i. Nilai dari i dimulai dari 1 ke n, dimana n adalah jumlah total elemen dikurangi

3.Merge Sort
Sebelum mendalami algoritma merge sort, mari kita mengetahui garis besar dari
konsep divide and conquer karena merge sort mengadaptasi pola tersebut.
Pola Divide and Conquer
Beberapa algoritma mengimplementasikan konsep rekursi untuk menyelesaikan
permasalahan. Permasalahan utama kemudian dipecah menjadi sub-masalah,
kemudian solusi dari sub-masalah akan membimbing menuju solusi permasalahan
utama.
Pada setiap tingkatan rekursi, pola tersebut terdiri atas 3 langkah.
- Divide
Memilah masalah menjadi sub masalah
- Conquer
Selesaikan sub masalah tersebut secara rekursif. Jika sub-masalah tersebut
cukup ringkas dan sederhana, pendekatan penyelesaian secara langsung akan
lebih efektif
- Kombinasi
Mengkombinasikan solusi dari sub-masalah, yang akan membimbing menuju
penyelesaian atas permasalahan utama

4.Quicksort
Quicksort ditemukan oleh C.A.R Hoare. Seperti pada merge sort, algoritma ini juga
berdasar pada pola divide-and-conquer. Berbeda dengan merge sort, algoritma ini
hanya mengikuti langkah – langkah sebagai berikut :
1. Divide
Memilah rangkaian data menjadi dua sub-rangkaian A[p…q-1] dan A[q+1…r]
dimana setiap elemen A[p…q-1] adalah kurang dari atau sama dengan A[q]
dan setiap elemen pada A[q+1…r] adalah lebih besar atau sama dengan
elemen pada A[q]. A[q] disebut sebagai elemen pivot. Perhitungan pada
elemen q merupakan salah satu bagian dari prosedur pemisahan.
2. Conquer
Mengurutkan elemen pada sub-rangkaian secara rekursif
Pada algoritma quicksort, langkah ”kombinasi” tidak di lakukan karena telah terjadi
pengurutan elemen – elemen pada sub-array

berikut contoh algoritmanya :

#include
#include

int data[100],data2[100];
int n;

void tukar(int a,int b)
{
int t;
t = data[b];
data[b] = data[a];
data[a] = t;
}

void bubble_sort()
{
for(int i=1;i{
for(int j=n-1;j>=i;j–)
{
if(data[j]}
}
cout<<”bubble sort selesai!”<}

void exchange_sort()
{
for (int i=0; i{
for(int j = (i+1); j{
if (data [i] > data[j]) tukar(i,j);
}
}
cout<<”exchange sort selesai!”<}

void selection_sort()
{
int pos,i,j;
for(i=0;i{
pos = i;
for(j = i+1;j{
if(data[j] < data[pos]) pos = j;
}
if(pos != i) tukar(pos,i);
}
cout<<”selection sort selesai!”<}

void insertion_sort()
{
int temp,i,j;
for(i=1;i{
temp = data[i];
j = i -1;
while(data[j]>temp && j>=0)
{
data[j+1] = data[j];
j–;
}
data[j+1] = temp;
}
cout<<”insertion sort selesai!”<}

void QuickSort(int L, int R) //the best sort i’ve ever had
{
int i, j;
int mid;

i = L;
j = R;
mid = data[(L+R) / 2];

do
{
while (data[i] < mid) i++;
while (data[j] > mid) j–;

if (i <= j)
{
tukar(i,j);
i++;
j–;
};
} while (i < j);

if (L < j) QuickSort(L, j);
if (i < R) QuickSort(i, R);
}

void Input()
{
cout<<”Masukkan jumlah data = “; cin>>n;
for(int i=0;i{
cout<<”Masukkan data ke-”<<(i+1)<<” = “; cin>>data[i];
data2[i] = data[i];
}
}

void Tampil()
{
cout<<”Data : “<for(int i=0;i{
cout<}
cout<}

void AcakLagi()
{
for(int i=0;i{
data[i] = data2[i];
}
cout<<”Data sudah teracak!”<}

void main()
{
int pil;
clrscr();
do
{
clrscr();
cout<<”Program Sorting Komplit!!!”<cout<<”*********************************************”<cout<<” 1. Input Data”<cout<<” 2. Bubble Sort”<cout<<” 3. Exchange Sort”<cout<<” 4. Selection Sort”<cout<<” 5. Insertion Sort”<cout<<” 6. Quick Sort”<cout<<” 7. Tampilkan Data”<cout<<” 8. Acak Data”<cout<<” 9. Exit”<cout<<” Pilihan Anda = “; cin>>pil;
switch(pil)
{
case 1:Input(); break;
case 2:bubble_sort(); break;
case 3:exchange_sort(); break;
case 4:selection_sort(); break;
case 5:insertion_sort(); break;
case 6:QuickSort(0,n-1);
cout<<”quick sort selesai!”<break;
case 7:Tampil(); break;
case 8:AcakLagi(); break;
}
getch();
}while(pil!=9);
}

Read More..

Algoritma Binary Search

Binary Search adalah salah satu algoritma pencarian yang tercepat. Kecepatan algoritma ini hanya bisa dikalahkan oleh teknik hashing, yang tidak akan dibahas di sini. Untuk mencari jutaan data, Binary Search hanya butuh O(log N) kali pembandingan (sekitar 20 kali), sedangkan Linier Search butuh O(N) pembandingan (sekitar 500.000 kali). Tapi yang harus dicatat di sini, data yang dicari harus sudah terurut!
Algoritma iteratif (contohnya yang menggunakan perputaran FOR, WHILE, dsb) pada umumnya dapat dengan mudah diubah ke dalam algoritma rekursif (memanggil dirinya sendiri). Keistimewaan algoritma iteratif adalah sederhana, cepat, dan menggunakan sedikit memori. Sedangkan pada kasus seperti menelusuri pohon, algoritma rekursif jelas lebih baik karena lebih mudah difahami.
Pada prinsipnya, Binary Search adalah membandingkan Key (angka yang dicari) dengan angka yang berada tepat di tengah-tengah deretan angka yang sudah terurut. Jika sama, maka itulah yang dicari. Tapi jika tidak sama, maka deretan data dipecah menjadi dua blok: Blok bawah (kecil) dan blok atas (kecil). Lalu proses diulangi terhadap blok bawah atau blok atas, tergantung besarnya Key apakah lebih kecil ataukah lebih besar daripada data yang berada di tengah-tengah tadi.berikut contoh algoritmanya :

#include
#include

int binarySearch(int sortedArray[], int awal, int akhir, int key) {
if (awal <= akhir) {
int tengah = (awal + akhir) / 2; // Hitung titik tengah.
if (key == sortedArray[tengah])
return tengah; // Ketemu.
else if (key < sortedArray[tengah])
// Panggil prosedur binarySearch untuk setengah bagian bawah.
return binarySearch(sortedArray, awal, tengah-1, key);
else
// Panggil prosedur binarySearch untuk setengah bagian atas.
return binarySearch(sortedArray, tengah+1, akhir, key);
}
return -(awal + 1); // Gagal menemukan Key yang dicari.
}

void main(void) {
int sortedArray[100];
int jumlahData, i, key;
int letak;

cout << "Demo Binary Search menggunakan teknik rekursi" << endl;
cout << "Oleh: (Ketik nama anda di sini)." << endl;
cout << endl;
cout << "Ada berapa banyak data? (max 100) "; cin >> jumlahData;
cout << endl;
cout << "Silakan Ketik " << jumlahData << " angka yg sudah terurut!" << endl;
cout << "Tiap angka dipisahkan oleh spasi." << endl;

for (i = 0; i < jumlahData; i++) {
cin >> sortedArray[i];
};

cout << endl;
cout << "Angka berapa yang dicari? "; cin >> key;
cout << endl;
cout << "Mulai mencari..." << endl;
letak = binarySearch(sortedArray, 0, (jumlahData - 1), key);
if (letak < 0) {
cout << "Maaf, data tidak ketemu." << endl;
}
else {
cout << "Data ditemukan pada posisi ke " << (letak + 1) << endl;
cout << "Pada posisi tsb terdapat angka " << sortedArray[letak] << endl;
};
cout << endl;
cout << "Tekan sembarang tombol.";
getch();
}

Read More..

Algoritma Sequential Search

Algoritma sequential search adalah salah satu algoritma yang digunakan untuk memecahkan masalah pencarian data pada suatu data larik/array. Cara kerja dari algoritma ini adalah dengan menelusuri elemen-elemen array dari awal sampai akhir, dimana data tidak perlu diurutkan terlebih dahulu. Kemungkinan terbaik(best case) dari algoritma ini adalah jika data yang dicari berada pada elemen array yang terdepan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pencarian data semakin singkat. Sebaliknya, akan mencapai kondisi terburuk(wors case) apabila data yang dicari berada pada elemen akhir.berikut contoh programnya


#include
#include
void main()
{
clrscr();
int data[8] = {8,10,6,-2,10,7,1,100};
int cari,index;
int ketemu=0;
cout<<”masukkan data yang ingin dicari = “;
cin>>cari;
for(int i=0;i<8;i++)
{
if(data[i] == cari)
{
ketemu=1;
index = i;
break;
}
}
if(ketemu == 1)
{
cout<<”Data ada!”<cout<<”Data terletak di index ke – “<}
else cout<<”Data Tidak ada!”<getch();
}

Read More..

Kamis, 02 Desember 2010

STRUKTUR MANAJEMENT POLITEKNIK TELKOM


Read More..

Selasa, 30 November 2010

Dedikasi

Masih Ingat laskar pelangi ?, tentu karena karya yang diangkat dari kisah nyata itu telah menggugah ratusan ribu pembaca dan jutaan penonton di Tanah air. Dan sampai sekarang pun aroma inspirasinya tetap membaui.
Menjadi inspirator bukanlah harus orang yang hebat. Dedikasi dan ketulusan, dua hal inilah yang penting.
Berbicara mengenai anak-anak terutama anak kecil adalah bagai tanah liat yang siap dibentuk. Seorang bayi lahir dengan jauh lebih banyak neuron daripada seorang manusia dewasa dengan tujuan untuk mempersiapkan otak
menyesuaikan diri dalam lingkungan apapun. Anak kecil belajar bahasa asing jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Menyerap segala macam kata yang didengar seperti halnya spons, meniru segala macam kelakuan baik atau buruk. Mereka membutuhkan edukasi dan khususnya lagi inspirasi.

Negara maju tampaknya menyadari benar betapa pentingnya generasi muda dan pendidikan untuk kelangsungan hidup masa depan.
Amerika, khususnya, bahkan seperti terobsesi dalam menjejali anak dengan inspirasi.
Di dunia TI, negara-negara Barat sanalah yang merupakan pemasok dominan para pahlawan dan inspirator. Mulai dari jendral-jendral Industri seperti Bill Gates, Steve Jobs, Larry Page dan Sergey Brin, hingga pasukan software gratis/bebas seperti Linus Torvald dan Richard Stallman, hingga tokoh nyentrik seperti Robert Morris atau Kevin Mitnick.
Keberhasilan akan terlihat jika mampu membuat orang lain menjadi lebih baik dari si inspirator.

Read More..

Ketekunan

Ketekunan itu mahal

Di sebuah negeri hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal bersebelahan. Mereka adalah pengrajin emas dan pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan itu, sebab itu adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan: cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil kerja itu ke kota. Hari pasar, demikian mereka menyebut hari itu. Mereka akan menjual barang-barang logam itu dan membeli keperluan selama sebulan. Beruntunglah pekan depan akan ada rombongan tamu agung mengunjungi kota dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini mendorong para pedagang agar membuat lebih banyak barang untuk dijajakan. Tak terkecuali dua orang pengrajin yang menjadi tokoh kita ini.

Siang-malam terdengar suara logam ditempa. Tungku-tungku api seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang membara seakan mewakili semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah dihiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias telah dihasilkan. Hari pasar makin dekat. Dan, lusa adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang.., ada kontras diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tidak berkilau. Ulir-ulirnya kasar. Pokok-pokok simpul rantai tidak rapi. Seakan pembuatnya adalah orang yang tergesa-gesa.

”Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan menanyakan kenapa perhiasan kawannya tampak kusam. ”Setiap orang akan memilih daganganku, sebab emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi. ”Apalah artinya logam buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya. Aku akan membawa uang lebih banyak darimu”

Pengrajin kuningan hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam membuat semua hasil karyanya lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperti lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap dipandang mata.

Ketekunan memang mahal. Hampir semua orang yang lewat tak menaruh perhatian pada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup membuat mereka tertarik dan mau membelinya. Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Perajin emas tertegun diam dan perajin kuningan tersenyum senang.

Hari pasar usai. Para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu pun telah membereskan barang dagangan. Dan, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.



Teman, ketekunan memang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalaninya. Begitupun kemuliaan dan harga diri. Tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya tindak-laku kedua pengrajin di atas adalah potongan siluet kehidupan kita.

Ketekunan adalah titin jalan panjang yang licin berliku. Seringkali jalan panjang itu membuat kita tergelincir dan jatuh. Sering pula titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kepada kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun percayalah, ada balasan bagi ketekunan. Di ujung sana ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan tentu punya nilai yang berbeda. Tapi, apakah kemuliaan dinilai hanya apa yang disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak dari luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari pengrajin kuningan bahwa kemuliaan adalah buah dari ketekunan. Dan, bahwa kemalasan akan membuahkan kelemahan jiwa.

Membentuk ketekunan mungkin hampir sama sulitnya dengan menempa logam, bahkan lebih sulit. Tanyakan saja kepada mereka yang berusaha untuk tekun qiyamullail, betapa sulit dan keras usahanya. Atau tanyakan kepada mereka bagaimana beratnya membiasakan diri shoum sunnah. Atau coba tanyakan kepada mereka yang sudah menekuni tilawah Qur’an 10 halaman hingga satu juz setiap harinya. Tanyakan kepada mereka yang punya hafalan 5 juz. Atau coba tanyakan pula kepada saudara kita yang sudah berusaha menekuni diri selalu hadir di majelis halaqoh dan majelis taklim. Apalagi mereka yang menekuni peran sebagai guru, murabbi atau ustadz. Hanya orang bermental baja yang bersedia menekuni pekerjaan itu.

Sekali lagi, ketekunan itu mahal. Dan, ketekunan itulah yang bisa merubah nilai atau harga diri seseorang, walaupun pada mulanya ia hanyalah berasal dari keluarga “kuningan” bukan keluarga “emas”. Karakter diri yang kuat, kedewasaan, daya juang yang tinggi dan kematangan bertindak hanya mungkin diraih oleh orang-orang yang punya ketekunan dan mau berproses untuk bisa menjadi tekun. Tingkat ketekunan adalah ukuran yang bisa dipercaya untuk menilai seseorang.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga bila ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia, jika lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga jika pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya tak dipenuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai nan luhur?

Teman, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari kita bentuk ulir dan leku-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri agar hati kita tidak keras dan menjadi lembut, luwes, serta mampu memenuhi hati orang lain. Percayalah, ada imbalan untuk semua itu. Amin.

Read More..

Entrepreneurship

apa itu entrepreneurship? Saya tidak tahu karena tidak pernah diajarkan di kampus.

Pembahasan mengenai entrepreneurship itu sendiri bisa menjadi satu buku. Bahkan sudah ada buku-buku yang membahas hal tersebut. Tulisan ini tidak bermaksud menguraikn definisinya. Mungkin di lain tulisan akan saya jawab. Saya lebih tertarik ingin mengomentari kalimat di atas.

Tepat sekali, saat ini memang kampus kita (ITB) belum mampu mengajarkan entrepreneurship. Padahal saya pernah mendengar rencana ITB untuk menjadi entrepreneurial university setelah menjadi research university. Untuk sementara ini bisa saya katakan bahwa ini masih mimpi. Jika tidak diajarkan di university, maka dimana mahasiswa bisa belajar mengenai hal ini? Berarti mahasiswa harus belajar di luar kampus.

Selain itu, menurut pendapat saya entrepreneurship tidak hanya diajarkan di kelas saja, akan tetapi harus dicontohkan juga. Akan lebih mudah menjelaskan sesuatu jika ada contoh yang nyata. Apakah ada contoh entrepreneur sukses di kampus ITB? Tidak banyak. Bagaimana mahasiswa akan percaya kalau tidak ada contoh, dan bahkan dosennya pun hanya berteori tanpa pernah mencoba. Kalaupun mencoba, dosen ini hanya menjalankan perusahaan "ecek-ecek" yang sebetulnya hanya mengerjakan proyek-proyek saja. Ini bukan entrepreneurship yang saya pikirkan.

Sebagai bahan renungan kepada para pembaca, apa yang Anda harapkan dari mahasiswa Anda? (Tidak harus dosen, saya hanya mengunakan perumpamaan ini karena berdiskusi di milis dosen.) Bagaimana bila semua (sekali lagi, SEMUA) mahasiswa di kelas Anda menjadi persis seperti Anda? Lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Bila Anda senang mroyek, maka 200 mahasiswa akan menjadi proyektan (proyektor?) semua! Bila Anda senang menipu, maka 200 mahasiswa akan menjadi penipu. Bila dalam mengerjakan proyek Anda hanya mengerjakan laporan untuk sekedar memenuhi syarat, maka 200 mahasiswa Anda akan melakukan ini juga. (Bayangkan apabila anak Anda yang menjadi client yang akan dilayani oleh didikan Anda.) Di saat yang sama, apabila Anda memberikan layanan yang terbaik kepada client Anda, maka 200 mahasiswa akan memberikan layanan yang terbaik bagi client mereka nantinya. Kampus akan mencetak mahasiswa sesuai dengan dosennya.

Kembali ke masalah entrepreneurship di kampus. Sikap kampus terhadap entrepreneurship masih belum bersahabat, dan bahkan cenderung memusuhi. Pengamatan saya menunjukan sikap permusuhan ini. (Lihat saja contoh "Air Ganesha" di ITB.) Sadar atau tidak, nuansa tidak bersahabat ini akan dirasakan oleh mahasiswa. Lupakanlah mendidik mahasiswa untuk menjadi entrepreneur dengan aroma seperti ini.

Contoh yang baik dan bersahabat dengan entrepreneurship adalah mengijinkan stafnya (dan bahkan mahasiswanya!) untuk leave of absence dalam rangka entrepreneurship. Mereka boleh kembali lagi ketika mereka gagal. Tentunya kalau mereka berhasil, mungkin mereka tidak kembali lagi sebagai staf/mahasiswa. Mereka akan kembali sebagai entrepreneur yang berhasil dan membawa kontribusi (termasuk kontribusi finansial) kepada perguruan tinggi yang bersahabat dan memberi kesempatan kepada mereka.

Read More..

Solidaritas

Prilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Prilaku Gaya Hidup Remaja

Pada masa remaja, terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju kedewasaan. Dari masalah yang timbul akibat pergaulan, keingin tahuan tentang asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja.

Hal-hal yang terakhir ini biasanya terjadi karena banyak faktor, tetapi berdasarkan penelitian, jumlah yang terbesar adalah karena "tingginya" rasa solidaritas antar teman, pengakuan kelompok, atau ajang penunjukkan identitas diri. Masalah akan timbul pada saat remaja salah memilih arah dalam berkelompok.

Banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar.

Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.

Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.

Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi.

Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan "tidak", membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.

Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan "energi negatif" seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan "energi positif", yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.

Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata "kenakalan remaja" yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi merasakan peer pressure, yang bisa membuat mereka stres.

Secara teori diatas, remaja akan menjadi pribadi yang diinginkan masyarakat. Tetapi tentu saja hal ini tidak dapat hanya dibebankan pada kelompok ataupun geng yang dimiliki remaja. Karena remaja merupakan individu yang bebas dan masing-masing tentu memiliki keunikan karakter bawaan dari keluarga. Banyak faktor yang juga dapat memicu hal buruk terjadi pada remaja.

Seperti yang telah diuraikan diatas, kelompok remaja merupakan sekelompok remaja dengan nilai, keinginan dan nasib yang sama. Contoh, banyak sorotan yang dilakukan publik terhadap kelompok remaja yang merupakan kumpulan anak dari keluarga broken home. Kekerasan yang telah mereka alami sejak masa kecil, trauma mendalam dari perpecahan keluarga, akan kembali menjadi pencetus kenakalan dan kebrutalan remaja.

Tetapi, masa remaja memang merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan dengan itu pula mereka mendapatkan jati diri dari apa yang mereka inginkan.

Hingga, terlepas dari itu semua, remaja merupakan masa yang indah dalam hidup manusia, dan dalam masa yang akan datang, akan menjadikan masa remaja merupakan tempat untuk memacu landasan dalam menggapai kedewasaan.

Read More..

Profesionalisme Kerja

Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.

Di samping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.

Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.


Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari keterangan ENCYCLOPEDIA-NYA PROF, TALCOTT PARSONS mengenai profesi dan profesionalisme itu.

PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golong kan sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.

KEDUA ialah : bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang menengah sampai ke bawah.

Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat di tahan-tahan dalam perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini. PARSONS tidak tahu arah lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya, bahwa keseluruhan kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil kedepan sebagai sesuatu yang terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.

Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua duanya itulah merupakan kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas.

Menurut SOEGITO REKSODIHARJO (1989), arti yang diberikan kepada kata “profesi” adalah suatu bidang kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meski pun lazimnya profesi dikaitkan dengan tarap lulusan akademi / universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Didalam masyarakat Indonesiapun kita telah mengenal berbagai profesi non-akademik, seperti misalnya, profesi bidan, pemain sepak bola, atau petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.

UIN MALANG - Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan
ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak tepat jalan pintas.

Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana secara lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak memiliki kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia untuk bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran, pilihan terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat mereka.

Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan semata-mata atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada padanya. Dalam praktik, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas itu.

Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaannya.

Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merupakan guru yang terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.

Read More..

Intelektualitas

Pendidikan merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan manusia, karena melalui proses ini manusia dibentuk dan dilahirkan sebagai seorang manusia yang utuh dan sebenarnya.

Pendidikan semestinya bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa dan berimplikasi kuat pada proses empowerment (pemberdayaan). Hal ini perlu ditegaskan kembali, karena tingkat mendidikan yang meningkat ternyata tidak selalu inheren dengan tingkat pemberdayaan, dan karenanya tidak inheren pula dengan tingkat kemandirian. Sebaliknya, kadang-kadang meningginya tingkat pendidikan malah berimplikasi pada makin meningkatnya ketergantungan kepada pihak-pihak lain.

Mencerdaskan kehidupan bangsa sebenarnya sudah menjadi tujuan utama bangsa kita yang termaktub dalam pembukaan UUD 45. Upaya ini ditempuh melalui pendidikan nasional.

Dalam upaya mencerdaskan bangsa pendidikan seharusnya dipandang sebagai alat perjuangan pencerahan manusia. Sebagai alat perjuangan pencerahan manusia maka minimal ada tiga aspek yang harus ada dalam sebuah proses pendidikan. Pertama, Aspek iman, yang berorientasi pada proses pembentukan keyakinan manusia akan penciptanya (spiritualitas). Kedua, Aspek kognisi, yang berorientasi pada perubahan pola pikir (intelektualitas). Ketiga, Aspek affeksi, yang berorientasi pada perubahan sikap mental dan perilaku (mentalitas).

Dengan dimilikinya minimal tiga aspek dalam wacana pendidikan kita, maka seseorang yang berpendidikan dipandang sebagai seorang yang telah mengalami peningkatan iman, ilmu dan mental. Proses ilmu adalah garis vertikal yang mengarah ke atas, proses moral adalah garis akar ke dalam jiwa, sementara proses mental adalah garis horisontal. Semakin meninggi ilmu akan semakin mendalam garis moral, serta semakin melebar garis mental. Inilah yang disebut dialektika antara ilmu, mental dan moral pada proses kepribadian seseorang.

Meningkatnya ilmu pengetahuan semestinya akan membuat yang bersangkutan semakin lapang jiwanya, semakin luas bathinnya dan semakin arif kepribadiannya. Namun ternyata tidak selalu demikian. Seseorang yang lebih tinggi kapasitas pengetahuannya belum tentu lebih bijak dan arif perilakunya. Pada kenyataannya sering kita temui seorang yang lebih tinggi kedudukannya yang notabene lebih mapan kapasitas intelektualnya, lebih tinggi strata keilmuannya menjadi lebih picik pikirannya, tidak lebih arif kebijaksanaannya dan menjadi otoriter kekuasaannya. Kita selayaknya gelisah, untuk apa kita himpun informasi dan ilmu sebanyak ini kalau ia malah meningkatkan akses kita ke kemungkinan dosa, karena yang kita ketahui itu -karena sesuatu dan lain hal- tidak bisa atau terpaksa tidak kita kerjakan.

Minimal ada dua permasalahan mendasar pendidikan kita, yaitu Pendidikan Spiritual dan Pengangguran Terdidik. Pendidikan spiritual permasalahannya adalah tidak seimbangnya antara porsi pendidikan spiritual dengan pendidikan intelektual dan mental. Akibatnya bisa kita lihat dengan semakin mengakar mendaunnya budaya korupsi, manipulasi, monopoli, oligopoli, kolusi dan segala macam kejahatan birokrasi dinegeri ini. Jika dikorelasikan dengan tingkat pendidikannya, pelaku kejahatan tersebut bukanlah orang-orang yang bodoh. Dari kualitas kejahatannya tentu pelakunya bukan orang sembarangan, pastilah orang-orang pintar, pandai dan minimal pernah mengenyam persekolahan modern.

Kenakalan remaja dan kenakalan orang tua yang semakin menjadi-jadi serta kejahatan fisik maupun moral bahkan gabungan keduanya semakin merajalela, merupakan bukti lemahnya kekuatan spiritual yang dimiliki sebagian masyarakat kita. Lemahnya kekuatan spiritual ini menjadikan masyarakat kita mudah putus asa dan cenderung menghalalkan segala cara demi kepentingan materi sesaat. Mereka tidak berpandangan jauh ke depan, dimana masa depan bukan berarti hanya masa dewasa dan masa tua tetapi menyangkut pula masa kematian dan masa pasca kematian. Dan yang cukup memprihatinkan adalah pendidikan kita belum mampu merubah sikap perilaku anak didik sesuai dengan target pendidikan yaitu mempertinggi budi pekerti dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Pengganguran terdidik merupakan masalah berikutnya yang cukup serius. Pengangguran ibarat hantu yang sangat menakutkan bagi masyarakat kita. Tidak peduli bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan ataupun bagi masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi. Masalah pengangguran selalu dikaitkan dengan masalah pendidikan. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin dewasa dan semakin mampu berfikir alternatif. Sehingga sangat menjadi sorotan dan ironis jika sang penganggur itu adalah sarjana (intelektual) dimana seharusnya ia sudah mampu berfikir alternatif. Pendidikan yang semula diharapkan mampu mengangkat status sosial tetapi malah menjadi beban dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan tak jarang para sarjana mengalami kegamangan dalam masyarakat.

Jika dicermati lebih lanjut jumlah pengangguran semakin tahun semakin meningkat, apalagi ditengah keterpurukan ekonomi seperti saat ini. Pola ini menjadi menarik untuk dikaji, karena sarjana yang seharusnya mampu berfikir alternatif untuk menjadikan dirinya mandiri ternyata tidak demikian adanya. Ini menunjukkan sistem pendidikan kita belum mampu menjadi rahim yang melahirkan lulusan berjiwa enterpreneurship. Akibatnya mereka cenderung untuk mengandalkan lowongan pekerjaan dibandingkan dengan menciptakan lapangan kerja. Dunia pendidikan kita terjebak pada kata “How to use”, sehingga melahirkan produk sarjana konsumtif tidak kreatif. Lembaga-lembaga pendidikan akhirnya berfungsi sebagai pabrik-pabrik penghasil tenaga kerja yang terampil dan terlatih. Kondisi ini diperparah lagi dengan penerjemahan tujuan pendidikan yang menyesatkan. Penerjemahan tujuan pendidikan secara tidak sadar selalu dibawa pada aspek / orientasi lapangan kerja, memperoleh kursi dimana, gajinya berapa, fasilitasnya apa, dan sebagainya. Dengan demikian ketika produk sarjana ini dihadapkan pada realita kesempatan kerja yang sempit mereka tidak mampu untuk berfikir alternatif memanfaatkan ilmu dan sumber daya yang ada menjadi sesuatu yang produktif.

Simpul dari tulisan ini bahwa memang tidak ada jaminan bahwa berkembangnya kepribadian seseorang menjadi sarjana akan paralel dengan perkembangan kepribadian dan tingkat moralnya. Tidak ada jaminan bahwa membengkaknya jumlah sarjana berarti semakin terawat dan eksis pula nilai kebenaran dalam kehidupan masyarakat. Jadi untuk apa melakukan pengembaraan intelektual dan pergulatan pemikiran menjadi sarjana jika membuat jarak semakin jauh dengan Al-Khalik, Sang Pencipta ?. Ironisme yang memprihatinkan.

Menjawab ironisme tersebut diperlukan langkah sistematik dan konsisten dengan melakukan reorientasi sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang akan dikembangkan harus mampu mewadahi tiga dimensi dasar kehidupan manusia, yaitu dimensi ruhiyah (moralitas/spiritualitas/agama), dimensi fikriyah (intelektualitas) dan dimensi mental untuk dapat dimanage secara proporsional dan seimbang. Semoga dimasa yang akan datang semakin banyak dihasilkan sarjana-sarjana multidimensional, yaitu sarjana dengan kapasitas mental, moral dan intelektual. Wallahua’lam bishawab. ΓΏ

Read More..

INTEGRITAS

Hari itu ada mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar yang diajar oleh beliau Bapak Khodafi. Tetapi hari itu menjadi lebih menarik ketika beliau membahas fenomena yang berkaitan dengan akreditasi perguruan tinggi di Indonesia, beliau mengatakan bahwa perguruan tinggi/universitas itu dikatakan unggul apabila salah satunya adalah menghasilkan lulusan yang mempunyai kualitas yang mumpuni. Ya, mahasiswanya memiliki integritas yang baik kata beliau. Dari pernyataan beliaulah saya tergugah untuk membuat sebuah coretan-coretan tangan yang tentunya sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Ilmu membuat orang jadi pandai, teknologi memberi kemudahan, namun semuanya tidak membawa bahagia dan hanya sepi dan kengerian yang terbayang. Kenyataan terjadinya hal itu adalah karena masing-masing pengetahuan itu terpisah satu sama lain. Ilmu terpisah dari moral, moral terpisah dari seni, senipun terpisah dari ilmu. Pengetahuan kita hanya memiliki sepotong-sepotong, tidak utuh. (Jujun S. Sumantri, 1992).


Beberapa dekade terakhir ini, mutu hasil pendidikan di Indonesia dinilai cukup memprihatinkan. Berbagai model dan format pendidikan nasional yang sudah berjalan puluhan tahun ternyata belum mampu menghasilkan manusia Indonesia yang bertanggung jawab, jujur dan memiliki integritas tinggi. Sebaliknya, moral bangsa semakin memprihatinkan. Indonesia kini telah menjadi bangsa yang dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi, kerusakan lingkungan, dan kriminalitas yang tinggi. Semua itu terjadi karena pendidikan yang diterapkan di Indonesia belum memberikan tempat yang sinergis antara pendidikan berbasis kognitif-psikomotorik dan pendidikan berbasis afektif (akhlaq atau moral).

Menurut Alaydroes (2002), pada sektor pendidikan umum terjadi sekularisasi pendidikan, yang memisahkan pendidikan umum dari pendidikan agama yang sesungguhnya sarat dengan pesan-pesan moral. Sementara di sektor pendidikan agama yang banyak diselenggarakan di madrasah atau pesantren terjadi sakralisasi pendidikan, yakni muatan-muatan agama yang tidak mempertimbangkan hal-hal yang terjadi dan berkembang di dunia. Sehingga murid-murid yang dihasilkan adalah murid-murid yang mengetahui ilmu agama tetapi "gagap" dalam dalam beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari yang sarat dengan perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi.

Menurut Adrianus Meilala (Guru Besar Universitas Idonesia) Upaya keras yang dilakukan berbagai panitia seleksi guna mencari anggota komisi-komisi atau lembaga negara yang memiliki integritas pribadi yang antikorupsi, bersih, dan jujur di masa mendatang tampaknya akan semakin sulit membuahkan hasil gemilang. Setelah beberapa kali upaya pencarian calon semacam itu dilakukan, telah muncul pola atau kecenderungan sebagai berikut.

Pertama, terdapat beberapa nama yang aktif melamar guna menjadi calon di berbagai kesempatan mengindikasikan tipisnya lapisan menengah di Indonesia yang berani "jual diri" menyangkut integritas kepribadian dan track record bersih serta jujur. Kedua, yang banyak melamar adalah karyawan atau pejabat yang hampir atau telah pensiun. Bisa diduga, motivasi mereka adalah untuk memperpanjang aktivitas setelah purna dari pekerjaan yang lama. Bisa diduga pula, yang mereka tawarkan adalah profesionalisme dalam rangka bekerja; hal mana tidak selalu sejalan dengan kepribadian yang antikorupsi, bersih, serta jujur. Ketiga, katakanlah mendaftar, maka cukup banyak yang bermodalkan self-acclamation (pernyataan diri sepihak) terkait dengan siapa dirinya serta bagaimana kepribadiannya. Pelamar dari tipe ini akan bertumbangan saat panitia melakukan verifikasi tentang siapa mereka sebenarnya. Keempat, mereka yang ditengarai memiliki integritas tinggi, bersih, serta jujur malah tidak ada atau sedikit yang mencoba melamar. Selain khawatir dipecundangi melalui sistem seleksi yang kotor, orang seperti ini memang tidak pernah kurang kerjaan. Di mana-mana membutuhkan orang langka tersebut, tidak hanya komisi atau lembaga negara saja.

Itulah yang terjadi ketika kita sebagai mahasiswa tidak mempersiapkan lahir dan besarnya orang-orang dengan kepribadian yang berintegritas tinggi guna menyatakan "tidak" pada korupsi, bersih serta jujur secara sistematis dan massal. Sebaliknya, terkesan bahwa kita semua meyakini orang-orang dengan ciri demikian memang ditakdirkan langka, yang banyak adalah orang dengan ciri sebaliknya. Itulah yang diperkirakan terjadi dalam masyarakat yang memang telanjur kuat budaya korupnya, yang tidak memiliki integritas diri. Kuat sekali dorongan untuk menjadi me-too-corrupt alias "saya tak beda dengan yang lain" dalam hal perilaku korupsi mengingat korupsi dilakukan oleh semua. Sebaliknya, kecil sekali tarikan atau kekangan untuk menjadi berbeda atau tidak melakukan korupsi melalui sistem yang dikenal dengan sebutan sistem integritas (integrity system). Alhasil, yang berani berkata "tidak" pada korupsi menjadi orang langka. mungkin banyak mahasiswa yang menyatakan dirinya mempunyai integritas tinggi, tapi dalam prakteknya sangat-sangat tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan.

Singkatnya, orang yang bersih dan jujur bukan ditemukan seperti kuda liar, tetapi dibiakkan dan dirawat dalam suatu sistem yang mendorong hal-hal itu untuk tumbuh. Tidak hanya tumbuh dengan sendirinya, tetapi juga karena dipupuk sehingga tumbuh dengan lebat. Jika kita percaya bahwa masyarakat pada dasarnya adalah sama, yang berbeda adalah sistemnya, maka sistem integritas itulah yang paling menentukan siapa dan bagaimana dia di kemudian hari.

Apa yang dapat mahasiswa lakukan hari ini. Adalah menjawab, apakah saya bangga dengan integritas dalam kepemimpinan saya? Jika tidak, adakah kesadaran anda untuk berusaha mengetahuinya? Cobalah renungkan kembali dengan kepemimpinan anda untuk melihat apa yang terjadi disekeling anda yang terkait dengan pemahaman makna dan arti integritas kedalam organisasi yang akan memperlihatkan apa-apa dari setiap antar individu yang sesungguhnya begitu penting, sehingga integritas juga akan menggambarkan citra orang lain memandang individu anda dalam organisasi.

Jadi menumbuh kembangkan integritas begitu penting dalam satu organisasi karena ia dapat menjadi penuntun dan wasit untuk membina kepercayaan dan keyakinan, meluruskan arti penting dalam merumuskan standar yang tinggi, landasan nilai yang sangat mempengaruhi, mendorong terbentuknya reputasi dan citra, mendorong untuk lebih menghayati sendiri sebelum mempengaruhi orang lain, mendorong orang untuk mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan sendiri, mendorong orang lain untuk lebih mempercayai kepemimpinan yang mampu memberikan keteladanan.

Kini, peran perguruan tinngi menjadi sangat penting karena perguruan tinggilah yang menjadi kawah candra dimuka para intelektual muda yang nanti akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan merekalah yang akan menentukan kemana bangsa yang cerdas dan berwibawa ini akan dilabuhkan.

Read More..

SPIRITUALITAS

Kisah Para Rasul 9:39
"...sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup"



Sadarkah kita jika ternyata ada hubungan antara kualitas kerja dan kehidupan spiritualitas kita?



"Aku melakukan yang terbaik dari yang aku tahu, terbaik dari yang aku bisa, dan aku tetap akan melakukannya sampai akhir. Jika akhirnya ternyata aku benar, apa pun yang dikatakan lawan tentang aku tidak akan berarti apa-apa. Jika akhirnya ternyata aku salah, meskipun sepuluh malaikat bersumpah mengatakan aku benar pun tidak ada artinya," ucap Abraham Lincoln.

Kualitas kerja kita mencerminkan kualitas hidup spiritualitas kita. Artinya, pekerjaan yang kacau tidak mempermuliakan Allah. Kredibilitas kita sebagai orang Kristen ditunjukkan oleh bagaimana kita bertingkah laku dalam pekerjaan dan dalam keseharian kita.



Sebagai orang Kristen, kita tidak dipanggil untuk sekadar menjadi lebih baik dari orang lain, tetapi memberikan yang terbaik bagi Allah. Itulah yang mendorong kita untuk bekerja giat dan berprestasi. Dengan demikian, ketika kita berprestasi atau sukses, kita tidak menjadi sombong. Kita lebih menghayatinya semata-mata sebagai karunia Allah. Sebaliknya, jika kita tidak menonjol di tempat kerja, kita tetap dapat bersyukur karena telah memberikan yang terbaik.



Marilah kita menunjukkan kualitas kita yang terbaik agar nama Allah semakin dipermuliakan!

Read More..

Jumat, 29 Oktober 2010

I/O Terbaru 2010 ( KEYBOARD )



Bagi anda yang sangat hobby bermain komputer tentunya tidak lepas dari yang dari yang namanya keyboard. Tak jarang kita menjadi ceroboh ketika berada di depan atau bermain komputer.

Yang tadinya hanya bermaksud untuk menaruh minuman ataupun makanan saat bermain komputer, eh malah menjadi malapetaka karena kita tak sengaja menumpahkannya ke keyboard. Dan dalam waktu sekejap, bisa dibayangkan kalau keyboard yang tadinya kita pakai tersebut tak lagi berfungsi dengan semestinya atau bahkan bisa jadi sudah tak lagi bisa dipakai karena rusak.

Jika sudah begitu mungkin Anda cuma bisa menyalahkan diri sendiri atas keteledoran Anda, tapi kalaupun Anda ingin mendapatkan rasa aman tanpa harus takut menaruh minuman di samping keyboard kamu, amu wajib mencoba menggunakan keyboard anti air ini.

Belum lama ini pihak WetKeys memperkenalkan kepada publik keyboard EK-97-TP, dimana dikatakan bahwa keyboard ini anti air dan sudah terintegrasi dengan touchpad, layaknya sebuah keyboard pada laptop. Tentu ini membuat Anda tak lagi memerlukan mouse sebagai tambahan karena sudah dipenuhi kebutuhannya dengan keyboard ini. Keyboard ini lengkap dengan urutan abjad dan angka.


Fitur touchpad pada keyboard ini bahkan mampu menggantikan klik kanan dan klik kiri pada tombol mouse. Keyboard ini terhubung dengan kabel USB dan bisa dipastikan bahwa keyboard ini kompatibel dengan sistem operasi Windows maupun Linux. Hmmm, Anda berminat untuk memiliki keyboard canggih ini, maka segeralah siapkan dana sebesar 158 USD atau sekitar 1,5 juta rupiah untuk memilikinya.

Read More..

I/O Terbaru 2010 ( SPEAKER )



Creative meluncurkan sistem speaker 2.0 baru yaitu T12 Wireless, anggota terbaru dari produk seri Pure Wireless Speaker. Speaker Creative Wireless T12 mendukung teknologi nirkabel Bluetooth sehingga dapat melakukan pemutaran musik nirkabel dari perangkat Bluetooth seperti ponsel, notebook / netbook, iPhone / iPod touch / iPad, dll.



Creative T12 memiliki fitur teknologi BassFlex yang memperpanjang frekuensi rendah dan meningkatkan respons bass, semua tanpa subwoofer; codec audio apt-X untuk stereo Bluetooth audio yang superior dan akses di bagian depan yang nyaman untuk Power, Volume, HP-Out.

Read More..

Senin, 20 September 2010

KULIAH MAPEL APRO

Hari ini saya mendapat teman teman baru ,,

di hari pertama ini pada mapel APRO saya mendapat pelajaran tentang bahasa pemrograman yang ada pada saaat ini seperti C , C++ , VB , PASCAL , PHP dan lain lain ,,

sudah cukup itu aja ,,

makasih pak dosen ,,,

Read More..

Minggu, 22 Agustus 2010

PC Slim Shuttle XS35 dengan Prosesor Atom D510 Dual Core



Shuttle baru saja memasarkan PC Slim XS35 dalam tiga (RTS) konfigurasi yaitu versi daily/sehari-hari (XS35-702), media (XS35-704), dan high-definition (XS35GT-804). Ketiga model PC slim ini didukung oleh prosesor Intel Atom D510 dual-core.


Edisi XS35 daily (XS35-702) memaketkan memori 1GB RAM, grafis terintegrasi GMA 3150 dan hard drive 160GB. Versi Media (XS35-704) juga mendapatkan GMA 3150 tetapi datang dengan memori 2GB, 250GB hard drive dan built-in DVD burner.

Sedangkan versi GT XS35 “high-definition” adalah model yang paling canggih yang menggunakan memori 2GB RAM, NVIDIA ION 2 grafis untuk performa grafis yang lebih baik dan output 1080p HDMI, hard drive 500GB dan DVD burner. Semua model XS35 memiliki 4-in-1 card reader, built-in 802.11b/g/n konektivitas WiFi dan lima port USB.

Read More..



M5 Eking MID (mobile internet device) slider pertama kali diperkenalkan sekitar sebulan lalu, dan sekarang perangkat komputer kecil ini telah tiba di pasar China. Satu fitur paling menarik dari MID ini adalah keyboard QWERTY slide samping. Perangkat ini merupakan MID atau UMPC (Ultra mobile PC) dengan OS Windows yang mendukung Windows xp/Vista/7, dengan tiga versi untuk konektivitas jaringan yaitu WCDMA, EVDO, TD-SWCDMA.



Desain keseluruhan juga menarik, sedikit seperti konsol game PSP. M5 Eking menggunakan prosesor Intel ATOM Z515 1.2GHz, layar 5 inci 1024 * 600 touchscreen dengan dukungan multi-touch, memori 1GB RAM, penyimpanan 16GB SSD, 3.5mm headphone jack, WI-FI dan konektivitas 3G, dan baterai 2600 mAh dengan diduga 3 waktu jam kerja, dengan berat 438g dan dimensi 178mm * 85mm * 26.5mm. Semua spesifikasi ini cukup bagus, tapi harga terhitung mahal, yaitu 5388 Yuan (sekitar $ 792 USD).

Read More..
Copyrigt @ : Rahman Avenged SMK N 2 SURAKARTA